Eropa Lirik Industri Rotan Lokal
Jakarta – Industri rotan lokal berpotensi membaik seiring dengan kembalinya minat Eropa terhadap produk rotan alam. Produk rotan alam kembali mendapat tempat setelah 25 tahun. “Ini kebangkitan rotan di pasar Eropa,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wachyudi di Jakarta kemarin.
Benny menyampaikan hal tersebut setelah bertemu dengan ahli dari Jerman yang meneliti rotan alam Indonesia untuk dikembangkan sebagai bahan buku industri rotan. Kedua peneliti itu menggaet Institut Teknologi Bandung dan Universitas Pelita Harapan, Jakarta, untuk mentransformasi material menjadi desain.
Potensi pasar dari perkembangan itu, menurut Benny, memang belum dapat dipastikan. Namun ini menjudi sinyal positif bagi industri lokal. Benny mengatakan pemerintah akan berfokus membenahi pasokan bahan baku yang sampai kini masih menjadi kendala.
Presiden Direktur Aidu Rattan, Kuit Schuetz, menjelaskan pasar produk rotan alam di Eropa sempat hancur lantaran dominasi produk rotan sintetis. “Eropa tak mengenal rotan alam. Mereka tahunya sintetis,” katanya. Perubahan mulai terjadi akhir-akhir ini setelah produsen mempromosikan rotan alam ke Eropa.
Produsen produk rotan alam asal Jerman yang memindahkan produksinya ke Cirebon, Jawu Barat. Alasan kepindahannya saat itu bahan baku rotan alam sulit didapat. Produsen lain kebanyakan beralih ke rotan sintetis. Kurt menilai pasar Eropa kembali terbuka untuk produk Indonesia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia Abdul Sobur menambahkan, masalah utama yang dihadapi industri rotan adalah kesulitan bahan buku. “Bahan buku kelas A (terbaik) tak ada. Hanya ada B dan C,” katanya, harga bahan baku juga naik 20-30 persen.
Hilangnya bahan baku kualilas satu dari pasar karena bahan buku ini diekspor dan sebagian besar ilegal. Meski pemerintah terus mendorong pengusaha menggelar pameran internasional, kenyataannya ketersediaan bahan baku dalam negeri tak terjamin.
Sering terjadi pengusaha menerima banyak order, tapi tidak memiliki bahan buku.”Ini menjadi masalah,” ujur Sobur. Kebijakan pemerintah dinilai kontra produktif karena mengizinkan ekspor rotan. Jika ini terus terjadi, kenaikan order tak akan mendorong perbaikan industri.
Sumber: Bataviase.co.id/node/595951 (Bisnis Indonesia), 10 Mar 2011